Pendahuluan
Peran strategis dan prospek yang cerah dari ekositem
terumbu karang menyimpan berbagai kendala dan ancaman terhadap kapasitas
keberlangsungan (sustainable capacity) ekosistem ini dalam menunjang
kesinambungan pembangunan. Ancaman paling serius adalah kerusakan terumbu
karang yang diakibatkan oleh: (1) penambangan batu karang untuk bahan bangunan
dan hiasan; (2) penangkapan ikan dengan bahan peledak dan Kalium Sianida (KCN);
(3) pencemaran perairan oleh limbah industri, rumah tangga, dan pertanian; (4)
pencemaran akibat kegiatan pelayaran; (5) sedimentasi akibat erosi di daratan;
dan (6) eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya perikanan karang.
Pemanfaatan dan pengembangan ekosistem terumbu karang harus
direncanakan secara terpadu dengan manajemen terumbu karang yang rasional.
Langkah awal dalam sistem manajemen ini adalah penyusunan basisdata spasial
terumbu karang dalam format digital yang mencakup: sebaran, luasan, kondisi,
tipe, dan spesiesnya.
Penanganan basisdata terumbu karang perlu mendapatkan
perhatian yang besar dan pengelolaan secara profesional. Hal ini didasari oleh
alasan bahwa: (1) Pengumpulan data menghabiskan biaya yang sangat besar; (2) Berbagai
perencanaan menuntut tersedianya data dan informasi secara cepat, akurat, dan
terintegrasi; dan (3) Basisdata digital memiliki kelebihan dalam hal
penyimpanan, pemrosesan, analisa, dan up dating.
Data terumbu karang yang mempunyai rujukan spasial dan
temporal memerlukan sebuah sistem untuk pengumpulan, penyimpanan, dan
pengelolaannya. Geographic Information System (GIS) sebagai suatu sistem
berbasis komputer dengan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi
geografis, yaitu: pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan
pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis, serta keluaran; sangatlah tepat
untuk diterapkan. Sekarang ini, GIS juga sudah dapat diimplementasikan
sedemikian rupa sehingga dapat bertindak sebagai map-server yang siap melayani
permintaan (query) dari user melalui jaringan lokal (intranet) maupun jaringan
internet (web-based). Pekerjaan tidak lagi terbebankan pada satu sistem
komputer dengan mengoptimalkan peran clients dan server.
Komponen Web-based GIS
Sebagai suatu sistem, web-based GIS terintegrasi dengan
jaringan komputer lain dan disusun oleh komponen-komponen pembentuk: (1)
komponen perangkat keras, meliputi: server, PC user, digitizer, peralatan
pendukung jaringan; (2) komponen sistem operasi berupa: WinNT, Linux, atau
UNIX; (3) komponen perangkat lunak pengolah data spasial, misalnya: ArcInfo,
ArcView, MapInfo, AutoCAD Map, atau yang terintegrasi dengan pengolah citra,
seperti: ILWIS, ERMapper, ENVI, ERDAS; (4) komponen perangkat lunak pengolah
data atribut, misalnya: dBase, Access, SQL, Oracle; (5) komponen basisdata yang
terdiri dari tabel-tabel berikut relasi antar tabel; (6) komponen perangkat
lunak pendukung internet mapping; dan (7) komponen pengguna sistem yang dapat
dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu: database administrator sebagai
pengendali sistem, application programmer, dan pengguna.
Berkaitan dengan internet mapping, perusahaan pengembang
software GIS telah memperkenalkan solusi yang mudah digunakan untuk menyebarkan
peta di internet. Setelah me-release ArcView pada tahun 1991, ESRI telah
mengembangkan modul tambahan ArcIMS yang dapat digunakan untuk mempublikasikan
peta-peta dinamik di internet. Autodesk, Inc. mengembangkan Autodesk MapGuide
dengan tampilan akhir yang sangat interaktif. Selain itu masih banyak vendor
lain yang mengembangkan internet mapping, misalnya: MapInfo Corp. (MapXTreme),
Bentley (Model Server Discovery), Intergraph (GeoMedia Web Map/Web Map
Enterprise), PCI Geomatics (SPANS WebServer), GeoMicro Inc. (AltaMap Server), dan
MetaMap (Map Server). Produk-produk tersebut juga dilengkapi plug-ins yang
contoh aplikasinya bisa dilihat di http://www.geoplace.com.
Tahapan Pengembangan
Pengembangan basisdata spasial terumbu karang dengan
web-based GIS dapat dilakukan melalui lima
tahapan berikut, yaitu:
1. Tahap Konseptual
Sebagian besar aktivitas dititikberatkan pada identifikasi
pengorganisasian data spasial terumbu karang yang sudah ada beserta analisis
kebutuhan di masa mendatang. Selain itu juga dilakukan evaluasi kelayakan berupa
estimasi biaya dan potensi keuntungan yang bakal diperoleh.
2. Tahap Perancangan
Pada tahap ini dipersiapkan secara detil rencana
implementasi, rancangan sistem, dan rancangan basisdata spasial terumbu karang
yang akan dibangun. Rencana implementasi berisi deskripsi tugas, alokasi
sumberdaya, identifikasi rencana hasil akhir, dan time schedule. Perancangan
sistem menyangkut pemilihan perangkat keras dan lunak. Perancangan basisdata
tabuler terumbu sebaiknya menggunakan model ER (entity relationship). Basisdata
terumbu disusun dalam tabel data lokasi sampel, parameter ambien, transek,
lifeform, dan taksonomi berdasarkan standar dari US Fish & Wildlife Service
Division of Law Enforcement dan Australian Institute of Marine Science (1994).
3. Tahap Pengembangan
Pada tahapan ini dilakukan akuisisi sistem, akuisisi
basisdata, pengorganisasian sistem, persiapan prosedur operasi, dan persiapan
lokasi. Melalui akuisisi sistem diharapkan dapat dipilih perangkat keras dan
lunak pendukung web-based GIS yang paling efektif dengan biaya serendah
mungkin. Di dalam pengorganisasian sistem, kendala yang seringkali dihadapi
adalah kebutuhan personel pendukung dan skill. Berkaitan dengan hal ini,
sebenarnya kita tidak akan mengalami kesulitan karena banyaknya peneliti terumbu
karang yang tersebar di lembaga penelitian, PT, LSM, maupun diving club.
Tinggal memberikan sedikit pelatihan tentang konsep pengembangan basisdata ini.
Persiapan prosedur operasi menyangkut penentuan prosedur manajemen sistem,
seperti: operasi harian, pemeliharaan peralatan, serta pengalokasian wewenang
penggunaan perangkat sistem dan akses data.
4. Tahap Operasional
Tahap operasional meliputi instalasi sistem dan pembuatan
pilot project. Instalasi sistem mencakup pemasangan dan pengujian sistem, baik secara
terpisah maupun terhubung dalam jaringan internet. Proyek percontohan perlu
diujicobakan pada beberapa lembaga penelitian, PT, dan LSM yang ikut bergabung;
karena proyek ini tergolong besar.
5. Tahap audit
Pada setiap periode tertentu, keberadaan sistem sebaiknya
ditinjau kembali untuk memonitor relevansi sistem. Jika hasil review
menunjukkan adanya pergeseran sistem dari tujuan semula, maka diperlukan
perbaikan dan atau perluasan sistem (system expansion).
Akuisisi Basisdata
Akuisisi basisdata merupakan aktivitas pengkonversian data
spasial (peta) dan data atribut terumbu yang masih berupa data analog ke dalam
format dijital. Kegiatan yang dilakukan berupa pembuatan peta digital batas
kawasan, pemetaan terumbu karang, penyusunan basisdata tabuler terumbu, dan
integrasi data atribut terumbu ke dalam data spasial.
Pembuatan peta digital batas kawasan (termasuk informasi
batimetri) dilakukan melalui proses digitasi, editing, transformasi koordinat,
pengolahan data atribut, dan layout peta. Pemetaan terumbu karang dan kegiatan
monitoringnya dilakukan dengan pemrosesan citra digital Landsat TM berdasarkan
penerapan algoritma Lyzenga dan proses contextual editing.
Sebagian besar data atribut terumbu merupakan hasil
pengukuran lifeform dengan metode line intercept transect (LIT). Sayangnya,
metode konvensional ini tidak mampu menyajikan informasi luas dan sebaran
terumbu. Untuk mengatasinya, pengukuran lifeform dilakukan pada transek sampel
yang dipilih berdasarkan metode LIT untuk penginderaan jauh.
Data atribut terumbu kemudian diklasifikasi, diolah, dan
diotomasi dengan pemberian identitas (ID) menggunakan SQL. Selanjutnya
dilakukan pengintegrasian data atribut ke dalam peta dijital dengan bantuan
perangkat lunak pengolah data spasial yang mempunyai fasilitas pertukaran data
secara dinamis melalui container OLE maupun driver ODBC, misalnya: ArcView,
AutoCAD Map, dan MapInfo.
Keluaran
Subsistem keluaran bertugas untuk menampilkan atau
menghasilkan produk akhir basisdata, seperti: tabel, grafik, peta, dan lain-lain.
Sesuai dengan rencana semula bahwa keluaran basisdata spasial terumbu karang
ini akan dipublikasikan secara luas di internet. Untuk itu harus dilakukan
langkah terakhir yaitu transformasi basisdata spasial terumbu karang (terutama
peta-peta) ke dalam bentuk interaktif yang berbasis web dengan perangkat lunak
internet mapping yang dibantu dengan perangkat lunak JAVA.
Contoh nyata proyek ini adalah ReefBase’s Online GIS hasil
kerjasama antara ICLARM (International
Center for Living Aquatic
Resources Management) dan ICRAN (International Coral Reef Action Network).
Basisdata spasial terumbu karang disusun dengan perangkat lunak Demis MapServer
(lihat http://reefgis.reefbase.org/mapper.asp). Dengan sistem yang sama,
COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) meng-upload
basisdata spasial terumbu karang berbasis web-nya di
http://www.coremap.or.id/reefgis/. Sementara itu, penulis mengembangkan
basisdata spasial terumbu karang Taman Nasional Laut Teluk Cendrawasih dengan
perangkat lunak Autodesk MapGuide Release 6.0.
Penutup
Biaya yang diperlukan untuk membangun basisdata spasial
terumbu karang berbasis web ini sangatlah besar, namun harus diperhitungkan
juga keuntungan yang bakal diperoleh. Proyek ini akan memberikan manfaat: (1)
adanya penetapan yang jelas terhadap batas kawasan dan zonasi pengelolaan, (2)
tersedianya data luas dan persebaran terumbu karang seluruh Indonesia, (3)
adanya standarisasi tentang spesifikasi dan klasifikasi data terumbu, (4)
menjaga integritas dan konsistensi data, (5) mengurangi duplikasi data, (6)
basisdata dalam format digital memudahkan dalam pemanggilan kembali, up dating,
dan penyimpanan, (7) mampu mengorganisasikan dan mengelola data terumbu yang
jumlahnya sangat besar, (8) mengintegrasikan semua pekerjaan yang berkaitan
dengan penelitian terumbu di bawah satu kendali, (9) memungkinkan untuk akses
data secara simultan, dan (10) publikasi di internet memungkinkan data dapat
diakses oleh siapa saja dan dimana saja dengan program aplikasi browser
internet (Internet Explorer, Netscape, Mozilla).
Keuntungan lain yang diperoleh adalah terjaganya ekosistem
terumbu karang di seluruh wilayah perairan Indonesia beserta potensi
sumberdaya perikanan sebesar 80.802 ton/km2/tahun yang terdapat di dalamnya.
Mumpung pemerintah lagi gencar-gencarnya mengkampanyekan program Selamatkan
Terumbu Karang (SeKarang!), maka alangkah baiknya kalau upaya penyusunan
basisdata spasial terumbu karang berbasis web ini diprioritaskan.
Referensi
Aronoff, Stanley. 1989. Geographic Information System: A
Management Perspective. Ottawa:
WDL Publications
Autodesk Inc. 2001. Autodesk MapGuide Author Release 6.0: User’s Guide. California: Autodesk Inc.
English, S., C. Wilkinson, and V. Baker (Ed). 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville: Australian Institute of Marine Science
Limp, W. Frederick. 1999. See Web Mapping in Action. Arkansas: Center for Advanced Spatial Technologies, University of Arkansas. http://www.geoplace.com/gw/1999/1199/ webcomp.asp
Lyzenga, David R. 1981. Remote Sensing of Bottom Reflectance and Water Attenuation Parameters in Shallow Water Using Aircraft and Landsat Data. International Journal of Remote Sensing. 2 (1): 71-82
Pilgrim, C. J., Y. K Leung, K. Mouzakis, and S. Cameron. 1999. Implementing a Web-based GIS. Victoria: School of Information Technology - Swinburne University of Technology
Prahasta, Eddy. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Penerbit Informatika
Priyono, Juniawan and Dulbahri. 2002. Developing Coral Reef Spatial Database with Web-based-GIS: Case Study at Teluk Cendrawasih Marine National Park. in: Proceeding of European Meeting of the International Society for Reef Studies. Spencer et al (Ed). Cambridge: ISRS and CCRU: 97
Sumber : www.sutikno.org
Autodesk Inc. 2001. Autodesk MapGuide Author Release 6.0: User’s Guide. California: Autodesk Inc.
English, S., C. Wilkinson, and V. Baker (Ed). 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville: Australian Institute of Marine Science
Limp, W. Frederick. 1999. See Web Mapping in Action. Arkansas: Center for Advanced Spatial Technologies, University of Arkansas. http://www.geoplace.com/gw/1999/1199/ webcomp.asp
Lyzenga, David R. 1981. Remote Sensing of Bottom Reflectance and Water Attenuation Parameters in Shallow Water Using Aircraft and Landsat Data. International Journal of Remote Sensing. 2 (1): 71-82
Pilgrim, C. J., Y. K Leung, K. Mouzakis, and S. Cameron. 1999. Implementing a Web-based GIS. Victoria: School of Information Technology - Swinburne University of Technology
Prahasta, Eddy. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Penerbit Informatika
Priyono, Juniawan and Dulbahri. 2002. Developing Coral Reef Spatial Database with Web-based-GIS: Case Study at Teluk Cendrawasih Marine National Park. in: Proceeding of European Meeting of the International Society for Reef Studies. Spencer et al (Ed). Cambridge: ISRS and CCRU: 97
Sumber : www.sutikno.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar